Speak Up Banua

Speak Up Banua

Penulis Bela Islam dari Akademi Menulis Kreatif Regional Kalimantan Selatan

Speak Up Banua

"Buatlah karya yang menggoncang dan bersabarlah dengan proses panjangnya."

(Founder AMK - Apu Indragiry)

SENANDIKA

SENANDIKA

Oleh: Mardiah Amalina

Sebakda hujan menyirami   

luluh bersimpuh panas seminggu 

Menyembul Arunika  di 20 September 2020


Aku membaui Petrikor dan meraki

Memanggil eunoia 

Tuk mengurai kata

Tentang dunia yang penuh durjana

Tentang candramawa

Samar melingkupi

Tentang mereka  yang adikara

Mempersekusi ulama semaunya

Jiwa yang pongah dan jumawa


Ah itu semua hanya sebentar

Persekusi tak kan membuat gentar 

Karena Dia tak pernah ingkar

Janji-Nya Maha Benar

Karena hujjah yang terlontar, 

kami sudah prediksi itu akan keluar 

Meski ku ke sana ke mari berkoar-koar

Mombolak-balik yang salah dan yang benar

Kau kira ini hanya kelakar?

entar hidupmu kelar



#Desa sunyi, 20092020

Happy Ied Mubarak 1441 H

Happy Ied Mubarak 1441 H

Gema takbir berkumandang seantero jagad raya

Kaum Muslim menyambut suka cita hari raya

Namun, lebaran kali ini sungguh berbeda

Karena makhluk kecil bernama Corona hadir di tengah kami semua

Walaupun berbeda

InsyaAllah tetap akan membakar dan memanasi 11 bulan yang akan hadir nantinya

Semoga Ramadanenjadikan kita sebagai insan yang semakin bertakwa

Makin menggema demi peradaban mulia

Kami, Akademi Menulis Kreatif Regional Kalsel mengucapkan


Selamat Hari Raya Idul Fitri
(1 Syawal 1441 H)

Taqabbalallahu Minna waminkum

Mohon maaf lahir dan batin


Salam Penulis Bela Islam

Salam Merangkai Aksara Demi Sebuah Peradaban Mulia

Rona Ramadan kan Menghilang, Asa Kemenangan kan Menjelang


Oleh: Tia Damayanti, M. Pd
Praktisi Pendidikan

Ramadan 1441 H sebentar lagi akan pergi, tamu agung itu akan meninggalkan dua sifat berbeda dari seorang muslim. Pertama, muslim yang bergembira dengan hadirnya Ramadhan sehingga mengisi hari-harinya dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri pada Allah). Ia sadar bahwa pada bulan ini Allah melipatgandakan pahala amalan sholeh yang wajib dan Allah mengganjar amalan sunnah sama dengan pahala amalan wajib. Kedua, muslim yang biasa saja menyambut tamu agung ini. Bulan Ramadhan tak ubahnya seperti bulan-bulan yang lain baginya, sehingga ia melewatinya dengan sia-sia. Yang didapat hanya lapar dan haus karena menjalankan ibadah puasa. Tidak lebih dari itu.

Sejatinya Ramadan disambut dengan penuh suka cita. Namun rona Ramadan kali ini umat Islam menjalankannya dalam kondisi berduka. Tamu tak diundang (Covid-19) datang sejak kurang lebih 2 bulan lalu ke Negara kita, Indonesia. Menginveksi banyak orang bahkan korban yang meninggal pun kini sudah mencapai ribuan. Jika tahun-tahun sebelumnya umat Islam memakmurkan masjid saat Ramadan dengan tadarus, tarawih dan itikaf, pesantren kilat, serta rona kegiatan lainnya; maka pada tahun ini ibadah tersebut menjadi tidak bisa dilakukan. Kali ini ujian kita bukan sekadar lapar dan dahaga, tetapi juga dengan adanya wabah pandemik Corona ini mengharuskan kita mengikuti protokol kesehatan. Semua dilakukan di rumah, sebagai bentuk ikhtiar memutus rantai penyebaran virus. Rona Ramadan kali ini menjadi Ramadan yang istimewa.

Wabah ini telah mengubah kebiasaan umat Islam dalam mengisi bulan Ramadan. Masjid mendadak sepi. Namun di tengah duka, tentunya tidak menyurutkan semangat umat Islam untuk memperbanyak ibadah dan makin mendekatkan diri pada Allah Swt. Menyadari bahwa dirinya lemah, hanya karena virus saja membuat tak berdaya. Karenanya masa pandemik ini pun menjadi ajang untuk memperkuat keimanan, bermuhasabah dan semakin memperbanyak ibadah. Terlebih di hari-hari terakhir Ramadan, momen dimana terdapat satu malam yang teristimewa yaitu malam Lailatul Qadar.

Umat Islam berlomba-lomba ‘berburu' malam yang lebih baik dari seribu bulan, karena mencontoh pada sosok teladan Rasulullah Saw. Hal ini tertuang dalam hadits riwayat Al-Bukhari yang artinya :
“Nabi Muhammad Saw ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih fokus beribadah dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah.”
Keutamaan Lailatul Qadar dinyatakan oleh Rasulullah saw:
“Siapa saja yang menghidupkan Lailatul Wadardengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Karenanya Rasulullah saw. mendorong setiap Muslim untuk bersungguh-sungguh meraih keutamaan tersebut. Meskipun kita tidak mengetahui secara pasti kapan Lailatul Qadar turun, namun amalan untuk menyambutnya bisa terus dilakukan sepanjang Ramadan, khususnya di sepuluh malam terakhir.

Umat Islam di Eropa pun tak ketinggalan dalam menyambut Ramadan, mereka  familiar dengan ungkapan: In Ramadhan, sleep less pray more. Dalam bulan Ramadan, tepiskan tidur dan perbanyaklah doa. Terlihat bahwa dimanapun muslim berada, Ramadan mempunyai pesona yang begitu memikat. Hingga kita senantiasa berdoa, agar dipertemukan kembali dengan bulan penuh ampunan dan penuh rahmat serta memperoleh derajat takwa.
“Takwa adalah mengerjakan ketaatan kepada Allah Swt berdasarkan cahaya-Nya dengan mengharap pahala-Nya dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah Swt berdasarkan cahaya-Nya karena takut kepada azab-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, I/2440)

Jika derajat takwa adalah buah dari puasa dan amalan saleh di bulan Ramadan, idealnya, usai Ramadan, seluruh amalan saleh itu tidak pudar. Bahkan kian membekas. Keluarga muslim senantiasa akan berupaya untuk menjalankan ketaatan pada-Nya dan meninggalkan kemaksiatan pada-Nya. Sosok ibu sebagai madrasah utama anak-anaknya, semestinya mempunyai gambaran bagaimana membuat Ramadan tidak berlalu begitu saja. Diawali dengan bagaimana mempersiapkan keluarga terutama buah hati dalam menyambut Ramadan. Menghadirkan suasana Ramadhan penuh suka cita, keindahan, keikhlasan, keberkahan dan tentunya pun disertai dengan upaya untuk meraih kemuliannya.

Kemudian, mendekatkan anak-anak dengan Al Qur’an, karena bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur’an. One Day One Juz (satu hari satu juz) diterapkan bersama, orang tua dan anak-anak, dengan penuh semangat dan suka cita sehingga di akhir Ramadan, masing-masing dapat mengkhatamkan Al Qur’an. Anak pun dimotivasi untuk pembiasaan ini berlanjut di luar Ramadan. Dan yang lebih penting lagi adalah memahami Al Qur’an serta mengamalkannya sehingga keluarga bisa menjadi teladan Al Qur’an yang berjalan. Masya Allah..

Rona Ramadan kali ini begitu istimewa buat keluarga, orang tua bersama anak-anak, di masa pandemic ini full di rumah. Karenanya rona Ramadan pun menjadi kesempatan emas untuk orang tua menanamkan pada anak agar senantiasa berbuat baik (berbakti) pada orang tua (birrul walidayn). Membantu meringankan pekerjaan orang tua sehari-hari, seperti merapihkan dan membereskan rumah, membantu memasak dan mempersiapkan takjil, berbicara dengan ahsan kepada orang tua, mendengar dan mematuhi nasehatnya, dan pembiasaan lainnya untuk membentuk mereka menjadi penyejuk mata dan jiwa kedua orangtuanya  (qurrata a’yun). Juga menjadi bekal mereka kelak dalam berkeluarga.

Pembiasaan amalan saleh yang lain seperti shalat berjamaah, meninggalkan hal yang sia-sia, memperbanyak bersedekah, dan lain-lain. Di tengah wabah shalat tarawih pun dilakukan di rumah, ayah yang menjadi imam. Peran ayah dalam membimbing keluarga semakin terlihat saat ini. Kemudian berupaya meninggalkan hal sia-sia seperti menonton tv yang melalaikan, tidur sepanjang hari (dari sahur hingga berbuka), main game terlalu lama dan lain sebagainya. Sedangkan bersedekah adalah memunculkan sifat menyayangi sesama Muslim. Apalagi saat ini banyak keluarga yang terdampak Covid-19. Dengan bersedekah kita bisa meringankan sedikit beban dari mereka yang kekurangan.

Rona Ramadan kali ini pun terasa istimewa, dengan kondisi sekolah tutup, sehingga belajar mengajar pun dilakukan di rumah via daring atau internet. Karenanya nilai plus pun tertoreh di Ramadan kali ini. Yang pada awalnya mungkin suatu keterpaksaan, mau tidak mau, kemampuan ilmu dan teknologi anak menjadi tuntutan untuk menyelesaikan tugas-tugas belajarnya. Orang tua pun menyesuaikannya agar satu frekuensi dengan anak. Dalam hal ini, orang tua harus siap menggantikan sosok guru di sekolah,  mendampingi dan membimbing belajar anak-anak, memiliki sifat sabar dan penyayang dalam mendidik. Karena mereka (baca: anak-anak) adalah calon pemimpin masa depan. Sudah semestinya orang tua, terutama ibu mempersiapkan mereka agar menjadi generasi tangguh.

Semoga semua amalan di atas dilakukan oleh orang tua dengan ikhlas dan semata-mata mengharapkan ridha dari Allah Swt. Bersungguh-sungguh di penghujung Ramadan dengan tidak membiarkan Ramadan pergi dengan sia-sia. Tanamkan dalam jiwa, rona Ramadhan bersama keluarga kali ini akan lebih bermakna dan semoga derajat takwa akan bersama-sama kita raih melalui washilah semua amalan bersama keluarga di tengah pandemik Corona ini. Takwa yang diharapkan tentu takwa yang sebenarnya, sebagaimana yang juga Allah Swt tuntut atas diri setiap kita.
‘Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenarnya, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan Muslim.” (TQS. Ali Imran (3): 102)

Idul Fitri telah di depan mata, Hari Kemenangan kan menjelang. Kemenangan yang didamba tidak semata kemenangan dalam mengendalikan hawa nafsu setelah sebulan penuh berpuasa, tetapi juga kemenangan hakiki saat ketakwaan bisa kita raih. Semoga … 

“Wahai hamba Allah, sungguh bulan Ramadan ini akan segera pergi dan tidaklah tersisa waktunya kecuali sedikit. Karena itu, siapa saja yang telah beramal baik di dalamnya hendaklah ia menyempurnakannya dan siapa saja yang telah menyia-nyiakannya hendaklah ia mengahirinya dengan yang terbaik.” (Imam Ibnu Rajab)
Wallahu a'lam

Secangkir Teh Melati (3)--{End}



Melati (POV)

Secangkir teh melati habis tandas kuteguk. Hanya tinggal tetes tetes sisa air saja. Dentingan alunan musik merdu dalam kafe yang juga diramaikan pengunjung. Kebanyakan dari mereka orang kantoran, anak sekolahan, dan para pekerja lainnya. Memang kafe ini jenis kafe klasik untuk bersantai dan bercengkrama dengan teman.

Aku menyapu pandang seisi kafe. Semua sibuk dengan obrolan di meja masing masing. Aku jadi teringat, kafe ini menjadikan saksi antara keputusan ku dengan Kang Haris. Sekaligus menjadi pertemuan awal dengan Mas Hafidz. Keduanya masih tabu dalam benakku. Merasa, ada banyak sekali yang ditutupi. Mengenai mereka yang ternyata...... Saudara kembar? Terpisah karena perceraian orang tua.

Harusnya sejak awal ini diungkapkan. Apalagi jika terkait kekeluargaan. Tak payah aku menjadi kekanakan menolak takdir dengan Mas Hafidz lantas berpikir karena keinginan bersama Kang Haris.

"Jadi, Mas Hafidz sama Kang Haris itu kembar ya Bun?" Tanyaku ketika membantu Bunda--Ibu Mas Hafidz, karena calon menantu jadi aku dititah memanggil Bunda.

"Akang?" Tanya Bunda terheran. Kemudian aku menceritakan Kang Haris yang teman masa kecil tanpa menceritakan hubungan masa SMA kami. Menurutku itu dosa yang tak perlu kuungkit lagi.

"Ohh... Jadi Melati udah kenal sama Haris? Anak bunda itu memang ikut Ayah nya. Sengaja kami berpisah karena sesuatu yang menuntut kami berpisah. Akhirnya Bunda dan Ayah terpaksa ambil satu dari mereka. Dan, 3 tahun ini Haris ikut tinggal dengan Bunda." Terangnya.

Aku tercekat. Jadi..... Sejak saat itu Kang Haris memang menjauhiku? Sedikit ngilu mendengar itu. Mengingat aku pernah mengajaknya menikah. Kalau diputar, kenapa aku bodoh sekali?😣 Tapi nasi sudah menjadi bubur. Mau bagaimana pun kisah itu sudah menjadi cerita yang tak pernah hilang dari episode kehidupanku.

"Melati kan?" Tanya seseorang menggerakkan ku dari lamunan.

"Eh, iya, Ina kan? Apakabar?"

Terkejut. Tapi, segera kutepis dengan mendekat pada Ina dan cipika cipiki ala perempuan.

"Masih ya Bos Kafe nangkring di sini?"

Ina terkekeh, menutup mulut dan mendekatkan wajahnya pada telingaku, dengan bisikan menggelikan. Aku hanya tertawa, "Ih, Ina! Itu kan dulu!" Sergahku. Kesal mengingat masa labil dan kecemburuan pada Ina yang naksir dengan Kang Haris.

"Tapi aku masih ingat" Inaaaa.. Aku ingin teriak menahan malu.

"Baidewei, tumben ke sini?" Ina menatapku tersenyum simpul padanya. Lalu mengeluarkan secarik undangan pernikahanku dengan Mas Hafidz.

"What's? Kamu nikah? Kok, bukan sama Haris sih?" Decaknya kesal.

Aku menutup mulut malu, masih teringat sambungan memori lalu ketika aku menangkap Ina yang berbicara dengan Kang Haris dengan wajah galak. Tak bisa kucegat senyumku. Dulu itu, sangat gila. Kenapa pula kalau Ina yang suka sama Kang Haris tapi aku masih sering mengajaknya makan, minum, nongkrong di sini.

"Bukan jodoh. Hehe...."

"Ah, gak percaya deh"

"Serius. Itu bukan Kang Haris. Itu Hafidz, kembar---"

"Jadi, kamu nikah sama kembaran Haris? Dengan memutar memori masalalu kamu nanti waktu kebersamaan keluarga? Enggak takut khilaf?"

"Ih, Ina kok ngomong gitu. Ya enggaklah... Jangan gitu dong. Aku emang masih ngarep, tapi----"

"Tuh, kan, bener apa kataku. Gak mungkin lah seorang Melati move dari Haris. Apalagi waktu aku ingat posesif kamu ke Haris dulu biuh...."

"Gak lah. Pasti berubah!"

Obrolan dengan Ina kuakhiri. Takut akan menjadikan perasaanku kembali berharap pada Kang Haris. Aku harus kuat meski mereka kembar, meski nanti aku sering dipertemukan. Aku sudah banyak merancang visi misi kita serta kandidat dakwah yang tak boleh ada penghalang kecuali hajat syar'i.

Tapi, semua keresahan itu kembali menggaung di telinga.

Bagaimana kalau aku memang inginnya dengan Kang Haris? Apa tidak memalukan?

*********

SAHABAT SURGA



Oleh : Khairatun Rainah

Perkenalkan nama ku Husna Al Ma’wa. Sekarang aku duduk di kelas X SMK Negeri. Aku tinggal bersama kedua orangtua dan adikku. Sedangkan kakakku, dia telah berumah tangga dan memiliki dua orang putra.  Kakakku sekeluarga tinggal di Barabai.
Aku mengambil jurusan perkantoran, kenapa? Awalnya aku cuma ikut-ikutan teman. Karena dulu cita-citaku ingin langsung ke dunia kerja tanpa kuliah lagi. Itu niat awal ku waktu kelas IX menengah pertama. Ingin membantu perekonomian keluarga.


Mamaku bidan kampung, sedang bapakku kerja sehari-harinya memantat*. Kehidupanku seadanya dan cukup untuk makan sehari-hari. Dari situlah aku ingin membantu mereka, dengan bekerja.


Waktu itu ketika jam istirahat tiba, aku duduk di teras kelas bersama dua teman akrabku. Namanya Indah dan Andriani. Andriani ini dia non muslim. Dia cantik dan sangat berbudi akhlaknya. Kentara dengan teman-temanku yang lain. Tiba-tiba datang kakak kelas berjalan ke arah kami.
“Assalamu’alaikum..? Sapa dia sambil tersenyum. Perempuan yang anggun dengan balutan khimar panjang dan gayanya yang friendly. Mereka dari jurusan Akutansi.
“Waalaikum salam. Ada apa ya kak?” Balas ku seketika sambil berdiri menyalami kakak kelas itu.
Dia kemudian duduk di depan kami. “Ini dek, kakak punya undangan untuk kegiatan ektrakulikuler Kajian Studi Islam (KSI). Kalian ketika mendaftar, memilih ikut KSI ?”
“Iya, kak. Memang kami berdua ikut KSI. Husna dan Indah ka. Kapan kak acaranya?” tanya Indah, temanku.
“Minggu depan dek, Hari selasa jam dua siang. Setelah pulang sekolah. Waktunya Cuma tiga puluh menit, kok. Nanti ada ustadzahnya yang menjelaskan materi dan kalian boleh bertanya apa saja.” Jawab kak Helda. Iya, nama kakak itu Helda dan dia bersama Kak Dina.
Kami tersenyum. “Insya Allah ya kak. Semoga kami tidak ada halangan, pasti kami datang ke Mushola Sekolah.” Jawab ku, begitu saja. Karena aku tidak pernah ikut kajian semacam ini sebelumnya. Kalau Indah temenku, dia dari MTSn, pasti sudah pernah merasakan ikut kajian atau majelis semacamnya.

Satu minggu berlalu, dan bel pulang sekolah juga sudah berbunyi. Kami semua bersorak gembira, masing-masing merapikan buku dan melipat kursi  yang biasa di gunakan di kuliahan, lalu di sandarkan ke dinding. Setelahnya yang kena jadwal piket, membersihkan seluruh ruangan kelas.

“Ndah, ingat tidak hari ini kita punya acara apa?”, tanyaku sambil melipat kursi.
“Apa Hus? Aku lupa lho”, jidat indah berkerut seperti mengingat-ingat. Apa sih? ”lanjutnya lagi.
Dia lupa. “Itu, undangan rohis dari Kak Helda, kita jadi ikutkan?” aku menyunggingkan senyum.
“Oh Iya Hus. Haha.. untuk kamu bilang. Kalau tidak, aku mana ingat. Hehe..” balasnya sambil terkekeh ria.
***
Kami tiba di mushola. Di dalam sudah ada kakak Helda, Dina, dan Zakiah. Serta ustadzah Raihana, yang juga guru matematika.  Kami tahu setelah mereka memperkenalkan diri. Juga ada siswa dari kelas X B perkantoran, dari jurusan tata boga, menjahit, komputer. Mereka yang terdaftar datang semua, dan semuanya perempuan. Amazing.  Yang ku tahu biasanya majelis itu ada laki-laki dan perempuan. Tapi ini berbeda.
Majelis pun dimulai. Kakak Dina memulai membimbing doa pembuka majelis. Di lanjutkan materi. “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah, kita semua Allah izinkan untuk bertemu di dalam majelis untuk hari ini. Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt, shalawat dan salam kita curahkan kepada Baginda Rasulullah Saw. Sebelumnya saya mau tanya, gimana kabarnya adik-adik semua? Sehat ya?”
“Alhamdulillah sehat, bu.” Jawab kami serempak seketika.
Untuk hari ini, kita akan membahas satu hal yang menarik dan ringan saja. Ada yang tahu, kira-kira apa, adik-adik?” ustadzah tersenyum sambil memandangi kami semua satu persatu.
Berarti KSI ini sudah jalan ya?  Tanyaku dalam hati. Karena kami tergolong anak baru, jadi tidak tahu apa-apa. Kalau saja tidak ada undangan yang kakak-kakak kemarin berikan.
“Salat, ustadzah?” Jawab Yana, anak kelas XB,  dari jurusan perkantoran juga.
“Ya, betul tapi belum tepat. Hehe.. kita semua akan bahas tentang pakaian. Ya, pakaian yang kita gunakan ini. Seperti salat, ibu sudah yakin kalian paham perkara salat. Harus kita kerjakan karena itu kewajiban dan perintah Tuhan.
Karena kita semua adalah muslimah, maka Allah juga mengatur cara kita berpakaian. Nah, karena itu, Allah juga sudah memberikan kita pedoman bagaimana berpakaian yang benar sesuai syariat Islam. Apa fungsi pakaian itu?
Tak lain adalah untuk menutupi aurat kita. Perlu kalian ketahui, aurat wanita itu adalah seluruh tubuh. Kecuali muka dan telapak tangan. Dari Khalid bin Duraik :”Aiyah ra, berkata : “Suatu hari, Asma binti Abu Bakar menemui Rasulullah Saw dengan menggunakan pakaian tipis, beliau berpaling darinya dan berkata : “Wahai Asma” jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan telapak tangan.” (H.R Abu Daud)
Aurat wanita itu seluruhnya harus ditutup. Kecuali muka dan telapak tangan. Bagaimana dengan kaki? Kita bisa menggunakan  kaos kaki untuk lebih hati-hati.
Karena Islam sangat memuliakan perempuan. Demi menjaga kemarwahan (harga diri), Allah atur sedemikian rupa. Agar kita tidak menjadi objek pandangan mata diluaran sana. Dan menutup aurat itu adalah sebuah tanda bahwa kita taat.
Sampai sini ada yang mau bertanya?” tanya ustdzah kepada kami semua.
“Bu, itu tadi bagi aurat perempuan. Bagaimana dengan aurat para lelaki?” Rima, siswi kejuruan computer. Cantik bak orang korea.
“Pertanyaan menarik. Bagaimana denagan aurat laki-laki? Aurat laki-laki itu letaknya dari pusar hingga lutut. Bagian itu yang wajib ditutup oleh kaum adam. Tapi untuk lebih beradab lagi, biasa para lelaki terutama asatidz menutup seluruhnya.
“Bagaimana? Ada lagi?”
Semua orang manggut-manggut tanda paham.
Kalo sudah paham kita lanjut ya materinya. Coba adik-adik buka Al-Qur’annya, surah Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31. Silakan dibaca masing-masing. Sekarang.
Setelah lima menit berlalu.
“Ada yang bisa membacakan arti ayat ke 59?”
“Saya bu,” sambil mengangkat telunjuk. “Silakan bacakan, Husna.”

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Ahzab ayat 59.
“Terima kasih, dek Husna. Allah memerintahkan ketika kita wanita muslimah menutup aurat menggunakan jilbab. Jilbab itu ialah sejenis baju kurung dari pundak hingga menyentuh tanah. Syarat dinamakan jilbab pertama, dia tidak berpotongan seperti baju kebanyakan. Kedua tidak tipis dan menerawang, alias tebal. Dan bentuknya yang sederhana tanpa ada hal-hal yang mengundang orang lain kemudian terpana.

Bersambung...


*Menyadap karet


Back To Top