Speak Up Banua

Penulis Bela Islam dari Akademi Menulis Kreatif Regional Kalimantan Selatan

"Buatlah karya yang menggoncang dan bersabarlah dengan proses panjangnya."

(Founder AMK - Apu Indragiry)

Secangkir Teh Melati (3)--{End}



Melati (POV)

Secangkir teh melati habis tandas kuteguk. Hanya tinggal tetes tetes sisa air saja. Dentingan alunan musik merdu dalam kafe yang juga diramaikan pengunjung. Kebanyakan dari mereka orang kantoran, anak sekolahan, dan para pekerja lainnya. Memang kafe ini jenis kafe klasik untuk bersantai dan bercengkrama dengan teman.

Aku menyapu pandang seisi kafe. Semua sibuk dengan obrolan di meja masing masing. Aku jadi teringat, kafe ini menjadikan saksi antara keputusan ku dengan Kang Haris. Sekaligus menjadi pertemuan awal dengan Mas Hafidz. Keduanya masih tabu dalam benakku. Merasa, ada banyak sekali yang ditutupi. Mengenai mereka yang ternyata...... Saudara kembar? Terpisah karena perceraian orang tua.

Harusnya sejak awal ini diungkapkan. Apalagi jika terkait kekeluargaan. Tak payah aku menjadi kekanakan menolak takdir dengan Mas Hafidz lantas berpikir karena keinginan bersama Kang Haris.

"Jadi, Mas Hafidz sama Kang Haris itu kembar ya Bun?" Tanyaku ketika membantu Bunda--Ibu Mas Hafidz, karena calon menantu jadi aku dititah memanggil Bunda.

"Akang?" Tanya Bunda terheran. Kemudian aku menceritakan Kang Haris yang teman masa kecil tanpa menceritakan hubungan masa SMA kami. Menurutku itu dosa yang tak perlu kuungkit lagi.

"Ohh... Jadi Melati udah kenal sama Haris? Anak bunda itu memang ikut Ayah nya. Sengaja kami berpisah karena sesuatu yang menuntut kami berpisah. Akhirnya Bunda dan Ayah terpaksa ambil satu dari mereka. Dan, 3 tahun ini Haris ikut tinggal dengan Bunda." Terangnya.

Aku tercekat. Jadi..... Sejak saat itu Kang Haris memang menjauhiku? Sedikit ngilu mendengar itu. Mengingat aku pernah mengajaknya menikah. Kalau diputar, kenapa aku bodoh sekali?😣 Tapi nasi sudah menjadi bubur. Mau bagaimana pun kisah itu sudah menjadi cerita yang tak pernah hilang dari episode kehidupanku.

"Melati kan?" Tanya seseorang menggerakkan ku dari lamunan.

"Eh, iya, Ina kan? Apakabar?"

Terkejut. Tapi, segera kutepis dengan mendekat pada Ina dan cipika cipiki ala perempuan.

"Masih ya Bos Kafe nangkring di sini?"

Ina terkekeh, menutup mulut dan mendekatkan wajahnya pada telingaku, dengan bisikan menggelikan. Aku hanya tertawa, "Ih, Ina! Itu kan dulu!" Sergahku. Kesal mengingat masa labil dan kecemburuan pada Ina yang naksir dengan Kang Haris.

"Tapi aku masih ingat" Inaaaa.. Aku ingin teriak menahan malu.

"Baidewei, tumben ke sini?" Ina menatapku tersenyum simpul padanya. Lalu mengeluarkan secarik undangan pernikahanku dengan Mas Hafidz.

"What's? Kamu nikah? Kok, bukan sama Haris sih?" Decaknya kesal.

Aku menutup mulut malu, masih teringat sambungan memori lalu ketika aku menangkap Ina yang berbicara dengan Kang Haris dengan wajah galak. Tak bisa kucegat senyumku. Dulu itu, sangat gila. Kenapa pula kalau Ina yang suka sama Kang Haris tapi aku masih sering mengajaknya makan, minum, nongkrong di sini.

"Bukan jodoh. Hehe...."

"Ah, gak percaya deh"

"Serius. Itu bukan Kang Haris. Itu Hafidz, kembar---"

"Jadi, kamu nikah sama kembaran Haris? Dengan memutar memori masalalu kamu nanti waktu kebersamaan keluarga? Enggak takut khilaf?"

"Ih, Ina kok ngomong gitu. Ya enggaklah... Jangan gitu dong. Aku emang masih ngarep, tapi----"

"Tuh, kan, bener apa kataku. Gak mungkin lah seorang Melati move dari Haris. Apalagi waktu aku ingat posesif kamu ke Haris dulu biuh...."

"Gak lah. Pasti berubah!"

Obrolan dengan Ina kuakhiri. Takut akan menjadikan perasaanku kembali berharap pada Kang Haris. Aku harus kuat meski mereka kembar, meski nanti aku sering dipertemukan. Aku sudah banyak merancang visi misi kita serta kandidat dakwah yang tak boleh ada penghalang kecuali hajat syar'i.

Tapi, semua keresahan itu kembali menggaung di telinga.

Bagaimana kalau aku memang inginnya dengan Kang Haris? Apa tidak memalukan?

*********
Labels: Cerbung

Thanks for reading Secangkir Teh Melati (3)--{End}. Please share...!

0 Komentar untuk "Secangkir Teh Melati (3)--{End}"

Back To Top